Flag Counter

Selasa, 16 Agustus 2011

Kumpulan Niat Di Bulan Ramadhan


1.       Niat Mandi Sunat Awal Ramadhan

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

“saya berniat mandi sunat bulan Ramadhan karena Allah Ta’ala
2.       Doa Menjumpai Malam Pertama Bulan Ramadhan
رَبِّى وَرَبَّكَ اللهُ هِلاَلُ خَيْرَ وَرُشْدٍِ اَللَّهُمَّ اَهْلِهُ عَلَيْنَا بِالسَّلاَمَةِ وَالاِسْلاَمِ وَالاَمْنِ وَالاِيْمَانِ
“Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, ia adalah bulan sabit kebajikan dan petunjuk. Ya Allah terbitkanlah ia atas kami dengan kesejahteraan, Islam, aman dan iman”.
3.       Niat Shalat Tarawih

اُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

“Aku berniat shalat tarawih dua rakaat menjadi iman/ma/mun karena Allah ta’ala
4.       Niat Shalat Witir Untuk Dua Raka’at

اُصَلِّى سُنَّةً مِنَ الوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى

“Niat saya shalat witir dua raka’at menjadi imam/makmum sunat karena Allah Ta’ala
5.       Niat Shalat Sunat Witir Satu Raka’at
اُصَلِّى سُنَّةٍ رَكْعَةَ الوِتْرِ اِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
“Niat saya shalat witir satu rakaat menjadi imam/makmum sunat karena Allah Ta’ala
6.       Niat Puasa Ramadhan

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍّ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

“Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban bulan ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala



7.       Do’a Berbuka Puasa

اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ ءَامَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“ya Allah karena engkau saya berpuasa dan kepada engkau aku beriman dan atas rezeki yang engkau beriman saya berbuka, dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih”
8.       Niat Diam (I’tikaf) di Mesjid

نَوَيْتُ اَنْ اِعْتِكَفَ فِى هَذَا المَسْجِدِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

“saya berniat I’tikaf di mesjid, sunat karen Allah ta’ala
9.       Do’a Lailatul Qadr
اَللَّهُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
“Ya Allah, sesungguhnya, engkau maha pengampun dan maha mulia, suka mengampuni kesalahan, maka ampunilah kesalahanku”
10.   Niat Zakat Fitrah Untuk Diri Sendiri
نَوَيْتُ اَنْ اَخْرَجَ زَكَاةَ الفِطْرِ عَنْ نَفْسِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالىَ
“Aku Berniat menunaikan zakat fitrah untuk diriku sendiri suatu kewajiban karena Allah Ta’ala
11.   Niat Zakat Fitrah Untuk Diri Sendiri dan Keluarga
نَوَيْتُ اَنْ اَخْرَجَ زَكَاةُ الفِطْرِ عَنِّى وَعَنْ جَمِيْعِ مَنْ يَلءزَمُنِيْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
“Aku berniat menunaikan zakat fitrah untuk diriku dan untuk semua orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku menurut syariat agama suatu kewajiban karena Allah Ta’ala
12.   Do’a Menerima Zakat
ءَاجَرَكَ اللهُ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا اَبْقَيْتَ وَجَعَلَ اللهُ لَكَ طَهُوْرًا
“Semoga Allah melimpahkan ganjaran pahala terhadap harta yang telah Engkau berikan dan semoga Allah memberkahi harta yang masih tersisa padamu, serta semoga Allah menjadikan dirimu suci bersih”




13.   Lafadz Takbir Idul Fitri
اَللهُ اَكْبَرُ 3× لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَِللهِ الحَمْدُ. اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً لاَاِلَهَ الله وَنَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكَافِرُوْنَ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَِللهِ الحَمْدِ
“Allah Maha Besar 3x tiada Tuhan selain Allah, dan Allah  Maha Besar. Allah Maha Besar dan bagi Allah segala pujian (3x). Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha suci bagi Allah sepanjang pagi dan petang. Tiada tuhan selain Allah dan tiadalah kami menyembah selain kepada-Nya dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya meskipun dibenci oleh orang kafir. Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Yang Maha Benar akan segala janji-Nya, yang menolong hamba-Nya, yang memuliakan pengikut-Nya, dan yang mengusir semua musuh Nabi-Nya dengan sendiri-Nya. Tiada tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan segala pujian hanya milik Allah.”
14.   Niat Mandi Sunat Hari Raya Idul Fitri
نَوَيْتُ الغُسْلَ لِعِيْدِ الفِطْرِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى
“aku niat mandi sunat hari raya Idul Fitri karena Allah Ta’ala.”
15.   Niat Shalat Idul Fitri
اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا/مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
“Aku niat shalat sunat Idul Fitri dua raka’at menjadi imam/makmum karena Allah Ta’ala.”

16.   Cara/kaefiyat Shalat Idul Fitri:
a.       Shalat Idul Fitri dilakukan dua raka’at dan sunah berjamaah
b.       Pada raka’at pertama takbirnya 7x sesudah membaca do’a iftitah dan sebelum membaca surat alfatihah
c.       Pada raka’at kedua takbirnya 5x sebelum membaca surat al-Fatihah selain takbir berdiri
d.       Adapun bacaan takbirnya, yaitu:
سُبْحَانَ اللهُ وَالحَمْدُ ِللهِ وَلاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
“Maha suci Allah dengan segala puji selain Allah dan Allah Maha Besar.”
17.   Ucapan Do’a Idul Fitri Saat Bertemu
تَقَبَلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ وَكُلُّ عَامٍِ بِخَيْرٍ مِنَ العَائِدَيْنِ وَالفَائِزِيْنَ
“Semoga Allah menerima ibadah saum kami dan anda semua. Dan setiap tahun semoga ada dalam kebaikan. Dan semoga termasuk orang-orang yang kembali kepada kesucian dan menjadi orang-orang yang beruntung.”
18.   Jawaban ucapan do’a Idul Fitri
تَقَبَّلَ يَاكَرِيْمٌ
“Semoga Allah yang Mulia mengabulkannya.”
19.   Lampiran do’a Tarawih dan Witir
a.       Do’a Tarawih
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا بِالاِيْمَانِ كَامِلَيْنِ وَلِلفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ. وَلِلصَّلاَةِ حَافِظِيْنَ وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ. وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ. وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ. وَبِالهُدَى مُتَمَسِكِيْنَ. وَعَنِ اللَّغْوِمُعَرِضِيْنَ. وَفِى الدُّيْنَا زَاهِدِيْنَ. وَفِى الآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ. وَبِالقَضَاءِ رَاضِينَ. وَلِنَعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ وَعَلَى البَلاَءِ الصَّابِرِيْنَ وَتَحْتَ لِوَآءِ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَاِلَى حَوْضِ وَارِدِيْنَ وَاِلَى الجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ. وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ. وَعَلَى السَّرِيْرِ الكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ. وَمِنْ حُوْرٍ عَيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ وَمِنْ سُنْدُوْسٍ وَاسْتَبْرَاقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ وَمِنْ طَعَامِ الجَنَّةِ ءَاكِلِيْنَ. وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفَّى شَارِبِيْنَ. بِاَكْوَابٍ وَّاَبَا رِيقَى وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنَ. مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصَّدِيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّلِحِيْنَ وَحَسُنَ اُوْلَئِكَ رَفِيْقًا. ذَلِكَ الفَضْلُ مِنَ اللهُ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا فِى لَيْلَةِ هَذَا الشَهْرِ الشَّرِيْفَةِ المُبَارَكَةِ مِنَ السُعَدَاءِ المَقْبُوْلِيْنَ. وَلاَتَجْعَلْنَا مِنَ الاَشْقِيَاءِ المَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلىَّ اللهُ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. بِرَحْمَتِكَ يَآاَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَالحَمْدُ ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
b.       Do’a Shalat Witir
سُبُّوْحٌ قُدُّوسٌ رَبَّنَا وَرَبُّ المَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ. سُبْحَانَ اللهُ وَالحَمْدُ ِللهِ وَلاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اَكْبَرْ. وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ

Minggu, 07 Agustus 2011

Sahkah Puasa tapi Meninggalkan Sholat Wajib

Tidak sedikit kita saksikan di tengah-tengah kaum muslimin, ketika menjalani puasa, masih ada saja yang meninggalkan shalat. Mereka sangka bahwa shalat dan puasa adalah ibadah tersendiri. Jika salah satu ditinggalkan, maka dikira tidak berpengaruh pada yang lainnya. Di sini kami akan buktikan bahwa shalat pun jika ditinggalkan dapat mempengaruhi puasa. Bahkan puasa tersebut bisa rusak jika seseorang meremehkan perkara shalat. Simak dalam beberapa fatwa ulama berikut ini.
Hukum Berpuasa Namun Meninggalkan Shalat
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya : Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?
Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy ,seorang tabi’in. Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan, “Shalatlah kemudian tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak diterima ibadah dari dirinya.
[Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu ‘Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]
Hanya Shalat di Bulan Ramadhan
Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat melakukan puasa dan shalat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima? ”

Jawab:
“Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, tiangnya (penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
Pembatas antara seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al Anshoriy). Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shohbihi wa sallam. 
Al Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Ditandatangani oleh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghodyan selaku anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku Wakil Ketua dan ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku Ketua.
[Sumber : Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141]
***
Setelah kita menyimak tulisan di atas, sudah selayaknya seorang muslim menjaga amalan shalat agar amalan lainnnya pun menjadi teranggap dan bernilai di sisi Allah. Kadar Islam seseorang akan dinilai dari penjagaan dirinya terhadap shalat. Imam Ahmad –rahimahullah- mengatakan, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“ (Lihat Ash Sholah, hal. 12)
Oleh karena itu, sudah saatnya seorang hamba yang sering melalaikan shalat untuk bertaubat sebenar-benarnya dengan ikhlas karen Allah, menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali rutin mengerjakan shalat dan bertekad untuk tidak meninggalkannya lagi.
Semoga Allah memudahkan kita dalam melakukan ketaatan kepada-Nya dan menerima setiap taubat kita. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar

Segala puji  bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.

Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4) 
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) 
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)
Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.
Tanda Malam Lailatul Qadar
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam tersebut. Amin Yaa Mujibas Saailin.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal